Oleh : Syam Al-Fikr
Sudah merupakan tradisi sebahagian besar ummat islam, pada umumnya ketika masuk
ramadhan, intensitas untuk beribadah mengalami peningkatan yang sangat luar
biasa. Kondisi ini terlihat dimana-mana, pada setiap waktu shalat mereka
berbondong-bondong menenteng sajadah mendatangi mesjid, mushalla, dan
tempat-tempat ibadah lainnya untuk melaksanakan shalat berjama'ah, apalagi pada
sepuluh malam pertama dimana mesjid, mushalla dan tempat-tempat ibadah lainnya
sampai tidak mampu untuk menampung jama'ah yang melaksanakan shalat tarawih.
Lantunan Qiro'atul Qur'an, ceramah-ceramah, mudzakarah serta kegiatan-kegiatan
ibadah lainnya hampir terdengar dan kita lihat pada setiap waktu. Kondisi ini
cukup melegakan hati kita, akan tetapi ini tidak berlangsung lama, ketika
ramadhan sudah mulai masuk pada sepuluh malam kedua dan ketiga semangat itu
mulai terlihat menurun, mesjid, mushalla, atau tempat-tempat ibadah lainnya
yang biasanya penuh sesak oleh jama'ah yang melaksanakan shalat mulai terlihat
longgar apalagi ketika kita sudah masuk pada bulan syawwal, dzulqaidah,
dzulhijjah, dst yang tersisa hanyalah jama'ah yang sudah terbiasa shalat berjam'ah
di mesjid pada waktu-waktu diluar ramadhan ditambah dengan beberapa jama'ah
lainnya yang tengah berupaya untuk menjadi hamba yang bertaqwa. Lantas, kemana
jema'ah lainnya yang ketika pada bulan ramadhan penuh sesak membanjiri
masjid, mushalla dan tempat-tempat ibadah lainnya.
Memang tak bisa kita pungkiri bahwa daya tarik
bulan ramadhan sangat luar biasa sebagaimana dijelaskan oleh Rasulullah dalam
sebuah hadist yang artinya : “Setiap
amalan kebaikan anak Adam akan dilipatgandakan menjadi 10 hingga 700 kali dari
kebaikan yang semisal. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman (yang artinya), “Kecuali
puasa, amalan tersebut untuk-Ku dan Aku sendiri yang akan membalasnya karena
dia telah meninggalkan syahwat dan makanannya demi Aku.” (HR. Muslim no.
1151), kemudian dalam hadist yang lain juga dijelaskan “ bahwa amalan sunnah dibulan ramadhan diganjar sama dengan amalan
wajib pada bulan-bulan lainnya “
Jadi
inilah yang memotivasi ummat islam untuk memperbanyak amal ibadah pada bulan ramadhan,
akan tetapi begitu keluar dari ramadhan intensitas amal menurun dan kembali seperti sedia
kala, mereka tak lagi datang kemesjid, tak lagi membaca Al-Qur’an, tak lagi
bersadaqah, tak lagi berpuasa dan lain sebagainya, seolah-olah mereka kenal Allah hanya dibulan
ramadhan diluar itu mereka lupakan Allah. Lantas bagaimana pengaruh pelatihan
ramadhan selama satu bulan terhadap peningkatan kualitas iman dan ketaqwaan mereka...?? sama
sekali tidak berbekas, karena ibadah-ibadah yang dilakukan pada bulan ramadhan
tidak semata karena Allah akan tetapi karena ramadhan sehingga lebih pantas disebut sebagai hamba ramadhani yaitu hamba yang kenal dengan Allah hanya
dibulan ramadhan, lain halnya dengan hamba rabbani dimanapun mereka,
kapanpun mereka baik pada bulan ramadhan maupun pada bulan-bulan lainnya diluar
ramadhan mereka tetap mengenal Allah, intensitas ibadahnya terus meningkat, shalatnya tetap dijaga dan
senantiasa beribadah hanya untuk Allah. Adapun ciri-ciri yang lain dari seorang generasi rabbani dapat kami uraikan seperti berikut ini :
Generasi Rabbani tak kenal henti. Ia terus bergerak
dalam upaya mendekatkan diri kepada Rabb nya. Hingga tak jarang ia harus
mengesampingkan keinginan hawa nafsunya untuk sesuatu yang lebih besar di sana.
Ia beribadah tak mengenal waktu dan tempat. Bibir mereka selalu basah dengan dzikir
dan perkataan mereka tidak ada yang sia- sia. Hadirnya selalu dirindu bak oase
di padang pasir.
Keimanan bukan musiman. Ia harus selalu hadir dalam setiap waktu, bersama
siapa pun, dan dalam kondisi bagaimana pun. Ramadhan hendaknya menjadi ajang
latihan bagi kita untuk menghadirkan diri kita kembali sesuai fitrahnya.
Ramadhan adalah saat yang tepat untuk mencharge kembali ruhiyah kita
agar mampu bertahan hingga 11 bulan ke depan.
Keberhasilan Ramadhan terlihat dari kondisi kita di 11 bulan lainnya. Ini
adalah indikator bahwa kita memang dianjurkan untuk menjadi sosok Rabbani,
bukan Ramadhani. Ibadah harus terus memuncak setiap waktu, hati harus terus
merendah dalam perjalanan hidup, dan pikiran harus tetap terjaga dalam setiap
langkah. Itulah suksesnya Ramadhan yang sesungguhnya.
Ramadhan secara tidak langsung akan membentuk pribadi yang demikian ketika kita
benar- benar memandang moment ini sebagai moment perbaikan. Tidak ada satu
kegiatan pun yang tak bernilai pahala di bulan ini, bahkan tidur seorang muslim
yang berpuasa juga adalah ibadah. Luar biasa.
Generasi Rabbani adalah harapan kita bersama. Mewujudkannya tentu tidak semudah
membalik telapak tangan. Oleh karena itu, mari manfaatkan Ramadhan sebaik
mungkin. Tekadkan dalam hati bahwa kita adalah muslim yang beriman namun bukan
musiman. Jadilah generasi Rabbani
Hamba rabbani akan menggetarkan dinding-dinding
malam dengan dzikirnya, kapan saja dan dimana saja. Hamba rabbani akan
menggetarkan atap-atap langit dengan tasbih dan tahmidnya kapan saja dan dimana
saja.
Hamba rabbani akan menggelar “konser” tahlil di
mesjid-mesjid, di mushala-mushala, di kereta-kereta, di mobil-mobil dan dimana
saja dia berada. Bibirnya senantiasa basah dengan berdzikir kepada Allah,
kalbunya penuh dengan cahaya Allah. Hamba rabbani terus berjalan di atas
shiratal mustaqim.
Hamba rabbani memiliki mata anti maksiat, telinga
anti desas-desus, mulut anti fitnah dan adu domba. Hatinya sebening mutiara dan
pikirannya secerah bintang kartika.
Tak heran jika hamba-hamba rabbani ini akan
menjadi suluh dan secercah cahaya yang akan memberikan penerangan terhadap
manusia-manusia lain. Bukan hanya di bulan Ramadhan saja, namun di setiap
detakan waktu, di setiap tarikan nafas, di setiap langkah kaki. Dia menjadi
musuh utama hamba syaitani, manusia-manusia yang mengabdi pada kehendak syetan
dan hawa nafsunya. demikian kajian singkat ini semoga bermanfaat.
***