Minggu, 06 Oktober 2013

MENJADI GENERASI RABBANI BUKAN RAMADHANI


Oleh  : Syam Al-Fikr
   Sudah merupakan tradisi sebahagian besar ummat islam, pada umumnya ketika masuk ramadhan, intensitas untuk beribadah mengalami peningkatan yang sangat luar biasa. Kondisi ini terlihat dimana-mana, pada setiap waktu shalat mereka berbondong-bondong menenteng sajadah mendatangi mesjid, mushalla, dan tempat-tempat ibadah lainnya untuk melaksanakan shalat berjama'ah, apalagi pada sepuluh malam pertama dimana mesjid, mushalla dan tempat-tempat ibadah lainnya sampai tidak mampu untuk menampung jama'ah yang melaksanakan shalat tarawih. Lantunan Qiro'atul Qur'an, ceramah-ceramah, mudzakarah serta kegiatan-kegiatan ibadah lainnya hampir terdengar dan kita lihat pada setiap waktu. Kondisi ini cukup melegakan hati kita, akan tetapi ini tidak berlangsung lama, ketika ramadhan sudah mulai masuk pada sepuluh malam kedua dan ketiga semangat itu mulai terlihat menurun, mesjid, mushalla, atau tempat-tempat ibadah lainnya yang biasanya penuh sesak oleh jama'ah yang melaksanakan shalat mulai terlihat longgar apalagi ketika kita sudah masuk pada bulan syawwal, dzulqaidah, dzulhijjah, dst yang tersisa hanyalah jama'ah yang sudah terbiasa shalat berjam'ah di mesjid pada waktu-waktu diluar ramadhan ditambah dengan beberapa jama'ah lainnya yang tengah berupaya untuk menjadi hamba yang bertaqwa. Lantas, kemana jema'ah lainnya yang ketika pada bulan ramadhan penuh sesak membanjiri masjid, mushalla dan tempat-tempat ibadah lainnya.
    Memang tak bisa kita pungkiri bahwa daya tarik bulan ramadhan sangat luar biasa sebagaimana dijelaskan oleh Rasulullah dalam sebuah hadist yang artinya : Setiap amalan kebaikan anak Adam akan dilipatgandakan menjadi 10 hingga 700 kali dari kebaikan yang semisal. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman (yang artinya), “Kecuali puasa, amalan tersebut untuk-Ku dan Aku sendiri yang akan membalasnya karena dia telah meninggalkan syahwat dan makanannya demi Aku.” (HR. Muslim no. 1151), kemudian dalam hadist yang lain juga dijelaskan “ bahwa amalan sunnah dibulan ramadhan diganjar sama dengan amalan wajib pada bulan-bulan lainnya “
      Jadi inilah yang memotivasi ummat islam untuk memperbanyak amal ibadah pada bulan ramadhan, akan tetapi begitu keluar dari ramadhan intensitas amal menurun dan kembali seperti sedia kala, mereka tak lagi datang kemesjid, tak lagi membaca Al-Qur’an, tak lagi bersadaqah, tak lagi berpuasa dan lain sebagainya, seolah-olah mereka kenal Allah hanya dibulan ramadhan diluar itu mereka lupakan Allah. Lantas bagaimana pengaruh pelatihan ramadhan selama satu bulan terhadap peningkatan kualitas iman dan ketaqwaan mereka...?? sama sekali tidak berbekas, karena ibadah-ibadah yang dilakukan pada bulan ramadhan tidak semata karena Allah akan tetapi karena ramadhan sehingga lebih pantas disebut sebagai hamba ramadhani yaitu hamba yang kenal dengan Allah hanya dibulan ramadhan, lain halnya dengan hamba rabbani dimanapun mereka, kapanpun mereka baik pada bulan ramadhan maupun pada bulan-bulan lainnya diluar ramadhan  mereka tetap mengenal Allah, intensitas ibadahnya terus meningkat, shalatnya tetap dijaga dan senantiasa beribadah hanya untuk Allah. Adapun ciri-ciri yang lain dari seorang generasi rabbani dapat kami uraikan seperti berikut ini :
Generasi Rabbani tak kenal henti. Ia terus bergerak dalam upaya mendekatkan diri kepada Rabb nya. Hingga tak jarang ia harus mengesampingkan keinginan hawa nafsunya untuk sesuatu yang lebih besar di sana. Ia beribadah tak mengenal waktu dan tempat. Bibir mereka selalu basah dengan dzikir dan perkataan mereka tidak ada yang sia- sia. Hadirnya selalu dirindu bak oase di padang pasir.
Keimanan bukan musiman. Ia harus selalu hadir dalam setiap waktu,  bersama siapa pun, dan dalam kondisi bagaimana pun. Ramadhan hendaknya menjadi ajang latihan bagi kita untuk menghadirkan diri kita kembali sesuai fitrahnya. Ramadhan adalah saat yang tepat untuk mencharge kembali ruhiyah kita agar mampu bertahan hingga 11 bulan ke depan.
Keberhasilan Ramadhan terlihat dari kondisi kita di 11 bulan lainnya. Ini adalah indikator bahwa kita memang dianjurkan untuk menjadi sosok Rabbani, bukan Ramadhani. Ibadah harus terus memuncak setiap waktu, hati harus terus merendah dalam perjalanan hidup, dan pikiran harus tetap terjaga dalam setiap langkah. Itulah suksesnya Ramadhan yang sesungguhnya.
Ramadhan secara tidak langsung akan membentuk pribadi yang demikian ketika kita benar- benar memandang moment ini sebagai moment perbaikan. Tidak ada satu kegiatan pun yang tak bernilai pahala di bulan ini, bahkan tidur seorang muslim yang berpuasa juga adalah ibadah. Luar biasa.
Generasi Rabbani adalah harapan kita bersama. Mewujudkannya tentu tidak semudah membalik telapak tangan. Oleh karena itu, mari manfaatkan Ramadhan sebaik mungkin. Tekadkan dalam hati bahwa kita adalah muslim yang beriman namun bukan musiman. Jadilah generasi Rabbani
Hamba rabbani akan menggetarkan dinding-dinding malam dengan dzikirnya, kapan saja dan dimana saja. Hamba rabbani akan menggetarkan atap-atap langit dengan tasbih dan tahmidnya kapan saja dan dimana saja.
Hamba rabbani akan menggelar “konser” tahlil di mesjid-mesjid, di mushala-mushala, di kereta-kereta, di mobil-mobil dan dimana saja dia berada. Bibirnya senantiasa basah dengan berdzikir kepada Allah, kalbunya penuh dengan cahaya Allah. Hamba rabbani terus berjalan di atas shiratal mustaqim.
Hamba rabbani memiliki mata anti maksiat, telinga anti desas-desus, mulut anti fitnah dan adu domba. Hatinya sebening mutiara dan pikirannya secerah bintang kartika.
Tak heran jika hamba-hamba rabbani ini akan menjadi suluh dan secercah cahaya yang akan memberikan penerangan terhadap manusia-manusia lain. Bukan hanya di bulan Ramadhan saja, namun di setiap detakan waktu, di setiap tarikan nafas, di setiap langkah kaki. Dia menjadi musuh utama hamba syaitani, manusia-manusia yang mengabdi pada kehendak syetan dan hawa nafsunya. demikian kajian singkat ini semoga bermanfaat.

***
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar